Kasus sampit
KASUS SAMPIT
Yang Menewaskan Ratusan Orang
Kasus Sampit atau yang di kenal dengan "kerusuhan sampit" mungkin tidak lepas
dari ingatan kalian pembaca sekalian,bagaimana tidak? tragedi yang menewaskan
500 orang tersebut merupakan hal yang sangat mengerikan yang pernah terjadi di
negeri kita tercinta ini. diskriminasi yang terjadi dalam tragedi ini berawal dari
prasangka-prasangka kaum dayak terhadap kaum madura yang tinggal di daerah
tersebut. sebelum kita ulas mengenai kasus ini biarkan saya jelaskan apa itu prasangka dan diskriminasi.
Prasangka,prasangka sering dikaitkan akan pemikiran buruk terhadap sesuatu namun tidak semua prasangka merupakan hal buruk. prasangka ialah suatu keputusan atau kesimpulan yang dibuat seseorang sebelum diadakannya analisi serta bukti. namun apabila keputusan atau kesimpulan mengarah negatif hal tersebut dapat menimbulkan rasa diskriminasi yang terjadi dalam kasus sampit yang akan kita ulas ini, Diskriminasi sendiri meruok tertentu.
Awal mula terjadinya tragedi tersebut dikarenakan perkara kecil seperti pencurian ayam,perkembangan suku Madura yang pesat,pekelahian antar etnis,pemerkosaan,dll yang seharusnya dapat di selesaikan dengan cara kekeluargaan atau hukum tanpa menewaskan atau melukai ratusan orang. karena, menurut saya tidak seharusnya orang-orang yang tidak terlibat harus ikut merasakan pahitnya dibantai oleh etnis dayak maupun madura.
Berikut merupakan Awal mula terjadinya tragedi tersebut :
- Tahun 1972 di Palangka Raya, seorang gadis Dayak digodai dan diperkosa. penyelesaian hal tersebut dengan mengadakan perdamaian menurut hukum adat.
- Tahun 1982, terjadi pembunuhan warga Madura oleh seorang yang berasal dari suku Dayak,.pelaku tidak tertangkap dan pengusutan / penyelesaian secara hukum tidak ada.
- Tahun 1983 di Kasongan, seorang warga Kasongan etnis Dayak di bunuh dan di keroyok oleh 30 orang madura.
- Tahun 1996 di Palangka Raya. Seorang gadis etnis Dayak diperkosa di gedung bioskop Panala dan di bunuh dengan kejam oleh orang etnis Madura dan hukumannya atas hal tersebut sangatlah ringan.
- Tahun 1997 di Barito Selatan orang Dayak dikeroyok oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, dengan itu semua orang Madura tewas. tindakan hukum terhadap orang Dayak yaitu dihukum berat. Orang Dayak tersebut diserang dan mempertahankan diri menggunakan ilmu bela diri,dimana penyerang berhasil dikalahkan.
- Tahun 1997 di Tumbang Samba tepatnya ibukota Kecamatan Katingan Tengah. Seorang anak laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku Madura yang tukang jualan sate. ia tewas secara mengenaskan dengan ditubuhnya terdapat lebih dari 30 bekas tusukan. padahal anak muda itu tidak tahu menahu masalah persoalannya sedangkan para anak muda yang bertikai dengan si tukang sate telah melarikan diri yang tidak dapat dikejar oleh si tukang sate itu dan kebetulan si korban Waldi hanya kebetulan lewat di tempat kejadian.
- Tahun 1998 di Palangka Raya. seorang etnis Dayak dikeroyok oleh 4 orang Madura. pelakunya belum dapat ditangkap karena melarikan diri dan korbannya meninggal dunia namun tidak ada penyelesaian secara hukum atas hal tersebut.
- Tahun 1999 di Palangka Raya. seorang petugas Tibum (ketertiban umum) dibacok oleh seorang etnis Madura dan pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya.
- Tahun 1999 di Palangka Raya. seorang warga etnis Dayak dikeroyok oleh beberapa orang suku Madura. masalahnya adalah sengketa tanah,dua orang suku Dayak dalam perkelahian tidak seimbang dan akibatnya menewaskan suku dayak saat itu sedangkan pembunuhnya lolos. malahan orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun karena dianggap membuat kesaksian palsu terhadap pelaku pembunuhan yang melarikan diri itu.
- Tahun 1999 di Pangkut tepatnya ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten Kotawaringin Barat. terjadi perkelahian massal yang di lakukan dengan suku Madura. berawal dari suku Madura memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak menambang emas. Perkelahian itu banyak menimbulkan korban dari ke dua belah pihak dan dalam masalah ini tidak ada penyelesaian secara hukum.
- Tahun 1999 di Tumbang Samba. terjadi penikaman terhadap suami-isteri bernama IBA oleh 3 orang Madura dan pasangan itu luka berat lalu di rawat di RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya dan biaya operasi /perawatan ditanggung oleh Pemda Kalteng. Para pelaku tidak ditangkap karena sudah pulang ke pulau Madura.
- Tahun 2000 di Pangkut tepatnya Kotawaringin Barat. satu keluarga Dayak tewas dibantai oleh orang etnis Madura dan pelaku pembantaian lari namun hal ini tidak ada penyelesaian secara hukum.
- Tahun 2000 di Palangka Raya. seorang suku Dayak di oleh pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka dan para pelaku lari namun hal ini tidak di tindak lanjuti proses hukum.
- Tahun 2000 di Kereng Pangi tepatnya Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur. terjadi pembunuhan terhadap Sendung. Sendung tewas dikeroyok oleh suku Madura dan para pelaku melarikan diri namun tidak tertangkap karena lagi-lagi sudah lari ke Pulau Madura dan proses hukum tidak ada
- Tahun 2001 di Sampit. 17 sampai 20 Februari 2001,warga Dayak banyak terbunuh dan dibantai karena Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga Dayak.
selain hal di atas ini adalah beberapa penyebab
lain yang melatar belakangi terjadinya tragedy sampit :
- Peristiwa tertangkapnya seorang warga Madura dari Kecamatan Tebas yang ketahuan akan mencuri Motor di Desa Parit Setia Kecamatan Jawai sedangkan kedua temannya berhasil meloloskan diri, pelaku sebelum diserahkan kepada pihak aparat sempat dipukuli oleh warga setempat. Pihak keamanan kemudian menyerahkan pelaku ke keluarganya di Desa Rambaian tetapi pihak pelaku tidak menerima atas perlakuan warga tersebut dan berencana akan melakukan pembalasan. Peristiwa ini terjadi kira-kira akhir Ramadhan 1419 H.
- Tanggal 19 Januari 1999 di Desa Parit Setia terjadi penyerbuan etnis Madura ke Perkampungan etnis Dayak dengan 3 truk berisi 300 orang yang menelan korban tiga orang yaitu dua orang etnis Dayak dan satu etnis Dayak yang Mu’alaf. satu orang mati di tempat dan dua orang meninggal di rumah sakit. Setelah peristiwa tersebut diadakan upaya perdamaian dengan mediator camat , namun pihak etnis Dayak merasa tidak puas karna penyerbuan tersebut dianggap di tolerir tanpa hukuman yang berarti. Oknum yang terlibat langsung dalam penyerangan tersebut yang dianggap sebagai tertuduh setelah disidik menurut saksi korban ternyata bukan pelaku sesungguhnya dan hingga saat ini pelakunya masih tidak di ketahui. Pihak etnis Dayak meminta para pelaku seluruhnya ditindak tetapi pelaku yang ditangkap hanya satu orang yakni anak kades yang mempunyai truk sedangkan dari pihak etnis Dayak ditangkap dan diamankan sebanyak 8 orang,semuanya mengaku sebagai penganiaya pencuri motor.
- Tanggal 26 Januari 1999, Singkawang Forum Komunikasi Pemuda Melayu (FKPM) dibentuk.
- Tanggal 21 Februari 1999 di Tebas, Seorang warga Madura berinisial Rd turun dari Bis jurusan Pontianak Kertayasa di Semparuk namun tidak membayar ongkos sehingga Kenek yang merupakan warga etnis Dayak marah. Sore harinya warga Madura menghadang si kenek yang berasal dari Semparuk diterminal Semparuk kemudian warga etnis madura tersebut menikam kenek dan melukai jari tangan serta kaki kanannya. Melihat kejadian itu warga etnis Dayak yang berada di terminal tersebut menghampiri dan mengeroyok si Pelaku penikaman hingga tewas. Kemudian si kenek segera di larikan ke rumah sakit namun meninggal dunia. sorenya terjadi pembakaran rumah-rumah yang dilakukaan oleh Warga etnis Dayak. Dari peristiwa tersebut warga Dayak di Sungai Kelambu mulai ikut terlibat pembakaran bahkan bertindak sebagai motor penggerak. Perlu diketahui bahwa Kepala Suku Dayak Sungai Kelambu menjadi korban orang Madura pada peristiwa Sanggau Ledo 1997.
- Tanggal 1 Maret 1999 di Pemangkat, Terjadi penganiayaan terhadap enam orang pekerja buruh jalan dari warga madura, akan hal itu empat orang meninggal. satu orang meninggal diantaranya meninggal di tempat dan dua orang lolos.
- di Desa Lonam Kecamatan Pemangkat. Seorang ibu asal etnis Dayak ditakut-takuti dan dikejar oleh sekelompok Madura kemudian warga dengan etnis Dayak di sekitar Lonam yang tadinya tidak ingin terlibat akhirnya membakar rumah-rumah orang madura di desanya beruntungnya dalam peristiwa ini tidak ada korban jiwa karena penduduknya telah diungsikan. Pembakaran menjalar ke jalur lintas pemangkat. Adanya penyulutan di mana pihak Madura menantang pihak Dayak dengan ucapan bahwa orang Dayak tidak akan melawan orang Madura kalau tidak didukung orang dayak, salah satu cara pembakaran dengan disediakan obat nyamuk yang sudah menyala, sebatang korek api dan sebotol bensin yang diletakkan berdekatan dengan sasaran, yang beberapa saat kemudian terjadi kebakaran yang tidak diketahui siapa pelakunya.
- di Pemangkat tepatnya Desa Prapakan.Pihak madura melakukan pencegatan di jalur lintas Pemangkat khususnya Desa Prapakan. Salah seorang korban warga Batak yang seorang pensiunan Guru dimana isterinya warga Dayak mobilnya dibakar dan di kabarkan ada korban jiwa dalam pembakaran tersebut. orang suku etnis Dayak yang merupakan pemuda-pemuda yang sebagian besar pengangguran melakukan pembakaran yang membabi-buta yang didukung warga Dayak.
- Tanggal 17 Maret 1999 di Pemangkat. Dilakukan pembakaran serentak di beberapa Desa.
- dan di hari yang sama yaitu 17 Maret 1999 tepatnya Selakau. Terjadi tabrak lari di pasar Selakau oleh warga etnis Madura, tersangka melarikan diri dan berhasil tertangkap oleh masa dan dianiaya sampai meninggal. Masa yang berkumpul mencapai kurang lebih 1.000 orang sedangkan aparat yang ada terlalu sedikit lalu masa bergerak ke beberapa arah melakukan aksi pembakaran rumah yang sudah ditinggalkan oleh penghuninya yang merupakan warga etnis Madura dan sore harinya terjadi pembunuhan warga etnis Madura yang baru datang dari Laut setelah empat hari mencari ikan di laut dan hendak menjual ikannya. Berikutnya pembakaran massal terjadi juga di Desa Mentibar sampai di daerah pegunungan Selindung.
- dan di hari yang sama pula pada 17 Maret 1999 tepatnya di Samalantan. Menyusulnya kabar bawha telah dibunuh seorang warga etnis Dayak di Pemangkat oleh seorang etnis Madura. karena itu orang-orang Dayak membakar pemukiman warga Madura yang telah ditinggalkan penghuninya dan pasukan Dayak dikabarkan menyerang kota Singkawang karena hal ini dipicu oleh kabar meninggalnya seorang warga Dayak di Desa Prapakan karena dicegat oleh orang Madura dimana seorang Dayak terbunuh, secara otomatis jalur Samalantan ditutup.
- dan pula pada tanggal 17 Maret 1999 di Sanggau Ledo. Dilakukan aksi pembakaran pemukiman Madura karena terdapat berita terbunuhnya seorang Dayak di Pemangkat beruntungnya warga Madura telah diungsikan ke pasir Panjang sebelum pembakaran oti terjadi. dan tersebar kabar bahwa Dayak Pedalaman akan turun ke kota Singkawang namun aparat sudah siap siaga dan dapat diblokade di kompi Batalyon 641 Beruang Hitam karena itu akhinya Dayak kembali dan mengambil jalan lain ke daerah bukit Batu.
- pada Kamis dinihari tanggal 18 Maret 1999 terdengar letupan pistol dan kabarnya warga etnis dayak datang kembali namun berhasil diblokade oleh pasukan keamanan.
- Tanggal 19 Maret 1999. orang suku Dayak Pedalaman sudah memasuki batas blokade keamanan dan tawar-menawar pun terjadi namun tidak dapat diatasi kemudian aparat memerintahkan kepada seluruh penduduk Madura khususnya wanita dan anak-anak untuk mengungsi. Aparat menyiapkan truk untuk diberangkatkan ke Pasir Panjang.
- di Singkawang. Pemukiman Madura yang semula tidak ada tanda-tanda akan dijadikan lahan pembakaran sudah mulai dikosongkan tetapi masih ada juga yang menetap terutama di daerah yang dekat kantor atau markas keamanan. terdapat isu bahwa aksi dayak ini awali oleh terjadinya pemboman kapal pasukan Dayak oleh pasukan Artileri ABRI di sungai Selakau beberapa waktu sebelumnya.
Hal di atas merupakan hal-hal yang mengawali kerusuhan tersebut. Akibat pertikaian yang tidak di
selesaikan berlarut-larut menyebabkan kerusuhan di kota Sampit ini terjadi dan
menjadikan hal tersebut merupakan perang antar etnis terparah di Indonesia dan
saya akan menjelaskan apa yang terjadi di tiga hari mencekam tersebut.
Pada tanggal 18
Februari 2001 warga Madura mulai menguasai Sampit dengan
mengacung-acungkan senjata dan puluhan warga Madura juga pawai keliling kota.
Mereka menggunakan berbagai kendaraan, mulai roda dua sampai roda empat. Mereka
tak hanya berpawai tapi setiap bertemu dengan warga Dayak mereka mengejar dan
membunuhnya. Sedikitnya, sepuluh rumah dibakar dan akibatnya tujuh orang tewas
saat warga Madura menguasai Sampit. Bahkan, seorang ibu muda hamil tujuh bulan
ikut dibunuh dengan dirobek perutnya. “Itu fakta.” kata Bambang Sakti, tokoh
muda Dayak asal Sungai Samba. Situasi itu membuat Sampit Minggu malam sangat
mencekam. Listrik padam total dan pembakaran di perkampungan warga di Jalan
Baamang berlangsung sporadis. Pengungsi mulai memenuhi gedung pertemuan di
depan rumah jabatan bupati sampit. Tetapi, kemudian dialihkan ke kantor bupati.
Yang mengungsi bukan hanya warga Madura saja melainkan juga Dayak dan Cina.
Mereka berdesak-desakan mengungsi hal ini terjadi karena mereka belum tahu
betul siapa yang menguasai jalanan di Sampit malam itu Madura atau Dayak.
Di pengungsian Madura dan Dayak malah rukun. “Saya saat itu ikut mengungsi
dengan Ujar seorang wartawan lokal. Untuk menghadang orang Dayak keluar-masuk
Sampit, warga Madura melakukan penjagaan di pertigaan Desa Bajarum yang
mengarah kota Kecamatan Kota Besi. Penjagaan juga serupa juga terjadi di
Perenggean, Kecamatan Kuala Kuayan, dan desa-desa pedalaman Hilir Mentayan.
Selama berpawai itu, warga Madura terus berteriak-teriak mencari tokoh Dayak.
“Mana Panglima Burung? Mana tokoh Dayak?” tantang mereka.Tak hanya itu,
seorang tokoh Madura melakukan orasi lewat pengeras suara, “Sampit akan jadi
Sampang kedua, Sampit jadi Sampang Kedua”. Mereka juga memasang spanduk “Selamat
datang orang Dayak di kota Sampang, Serambi Mekkah. “ Spanduk itu yang kami
cari sekarang,” ” kata Bambang Sakti. Bambang juga bilang telah menemukan
sejumlah bom di rumah-rumah warga Madura. “Ini bukan isapan jempol,” tuturnya.
Sedikitnya, pasukan Dayak sudah menyerahkan 300 bom yang ditemukan di rumah
warga Madura. Begitu juga beberapa pucuk pistol. “Tidak tahu bagaimana tindak
lanjutnya,” jelasnya. Kabarnya, bom-bom itu dirakit di Jawa, lalu dikirimkan ke
Sampit. Tapi, sumber Jawa Pos menyebutkan, bom rakitan dibuat di Sampit. Lalu,
didistribusikan ke berbagai warga Madura di kecamatan. Mereka juga bilang bom
itu untuk mempertahankan diri jika sewaktu-waktu diserang warga Dayak. Akan tetapi,
karena bom itu pula 112 warga Madura di Kecamatann Perenggean dibantai di
lapangan kecamatan hal ini setelah warga Dayak menemukan bom di rumah seorang
warga Madura dan melihat aksi penguasaan warga pendatang itu, warga Dayak tak
tinggal diam. Mereka lantas membawa bala bantuan pasukan dari Dayak pedalaman.
Warga Dayak yang tiba lebih dulu melakukan perlawanan sporadis. Selasa malam
tanggal 20 Februari, peta kekuatan mulai berbalik. Warga Dayak pedalaman dari
berbagai lokasi daerah aliran sungai (DAS) Mentaya,seperti Seruyan, Ratua
Pulut, Perenggean, Katingan Hilir, bahkan Barito berdatangan ke kota Sampit
melalui hilir Sungai Mentaya dekat pelabuhan. Pasukan Dayak pedalaman yang
rata-rata berusia muda tak lebih 25 tahun membekali diri dengan berbagai ilmu
kebal. Jumlahnya sekitar sekitar 320 orang. Pasukan itu lalu menyusup ke daerah
Baamang dan sekitarnya, pusat permukiman warga Madura. Meski dalam jumlah
kecil, kemampuan bertempur pasukan khusus Dayak sangat teruji. Buktinya, mereka
mampu memukul balik warga Madura yang terkosentrasi di berbagai sudut jalan
Sampit. Dengan ilmu kebal, mereka melawan ribuan warga Madura. Bahkan, mereka
sanggup menghadapi bom yang banyak digunakan warga Madura. Dalam bentrok
terbuka tersebut, seorang warga Madura melemparkan bom ke arah pasukan Dayak. tetapi,
bom dapat ditangkap dan dilemparkan kembali ke arah kerumunan Madura yang mengakibatkan
meledaknya bom tersebut atas hal itu puluhan warga Madura tewas seketika.
Selain kebal senjata, pasukan Dayak pedalaman tidak mempan ditembak. Mereka
justru memunguti peluru untuk dikantongi. Karena itu, polisi menjadi kewalahan
dalam menghadapi warga Dayak. Sejak saat itu, mental Madura pun langsung
turun derastis. Strategi yang diterapkan warga Dayak dalam serangan balik cukup
hebat. Selain masuk lewat Baamang, sekitar empat perahu penuh pasukan dayak
tidak langsung merapat ke bibir sungai. Mereka berhenti di seberang sungai
Mentaya dan berenang menuju kota pinggir sungai di tepian kota Sampit. Strategi
ini bertujuan untuk menghindari pengawasan orang Madura. Karena hal itu, secara
tiba-tiba mereka dapat muncul dan menyerang permukiman Madura. Warga Madura pun
dibuat panik. Pasukan Dayak pedalaman terus bergerak ke kantong-kantong tokoh
Madura. Seperti, Jalan Baamang III, Simpong atau dikenal Jalan Gatot Subroto,
dan S. Parman. Rumah tokoh Ikatan Keluarga Madura (Ikama) Haji Marlinggi yang
cukup megah di Jalan DI Panjaitan pun tak luput dari sasaran pasukan Dayak.
Banyak pengawal penguasa Pelabuhan Sampit yang terbunuh dan sebagian lari.
Sejumlah bekas dibakar berserakan di halaman rumah yang hancur. Rumah tokoh
Madura lain seperti Haji Satiman dan Haji Ismail juga dihancurkan dan tidak
terkecuali rumah Mat Nabi yang dikenal sebagai jagonya Sampit. Padahal, rumah
tokoh-tokoh Madura yang berada di Sampit, Samuda, maupun Palangkaraya tergolong
cukup mewah. Serangan pasukan inti Dayak kemudian diikuti warga Dayak lain.
Mereka mencari rumah dan warga di sepanjang kota Sampit. Ratusan warga Madura
dibunuh secara mengenaskan, lalu dipenggal kepalanya. Hari-hari berikutnya
gelombang serangan suku Dayak terus berdatangan. Bahkan, sebelum menyerang,
seorang tokoh atau panglima Dayak lebih dulu membekali ilmu kebal kepada
pasukannya. Karena itu, saat melakukan serangan, biasanya mereka berada
dalam alam bawah sadar dan uniknya, mereka juga dibekali indera penciuman tajam
untuk membedakan orang Madura dan non-Madura. “Dari jarak sekitar 200 meter,
baunya sudah tercium,” Ujar seorang warga Dayak. Saat diadakan evakuasi,seorang
warga Madura disusupkan dan dia dikelilingi warga non Madura namun sebelum
masuk ke lokasi penampungan, mereka kena sweeping Dayak. Meskipun orang tersebut
berada di tengah pengungsi, ia masih juga tercium oleh warga dayak dan disuruh
turun lalu tanpa ampun laki-laki tadi dibantai. Agar serangan ke perkampungan
Madura terkendali, para komando warga Dayak menggunakan Hotel Rama sebagai
pusat komando penyerangan. Bahkan, di hotel itulah pasukan diberi ramuan ilmu
kekebalan oleh para panglima. Saat digerebek, aparat menemukan beberapa
kepala manusia. Tapi, para tokohnya sempat melarikan diri. Kini, di depan hotel
bertingkat dua itu dibentangkan police line. Merasa menang, pasukan Dayak lalu
melebarkan serangan ke berbagai kota Kecamatan Kotawaringin Timur. Sasaran
pertama, Samuda, ibu kota Kecamatann Mentaya Hilir Selatan, dan Parebok yang
banyak dihuni warga Madura. Samuda dan Parebok jadi sasaran setelah Sampit
karena banyak tokoh Madura tinggal di sana. Di Parebok juga ada Ponpes Libasu
Taqwa. Ponpes yang diasuh Haji Mat Lurah ini juga dijadikan tempat berlindung
banyak warga Madura. Warga Madura di kecamatan lain pun tidak lepas dari buruan
oleh pasukan Dayak. Misalnya, Kuala Kuayan. Ratusan korban jatuh dengan kepala
terpenggal. Kini, warga Dayak secara otomatis menguasai hampir seluruh wilayah
Kalimantan Tengah. Kecuali Pangkalan Bun karena kota ini aman,hampir tidak ada
warga Madura yang tinggal dari semua kota hingga kecamatan,warganya saat itu,
banyak yang lari menyelamatkan diri ke hutan, baik Palangkaraya, Sampit, maupun
Samuda.
Ya,hal di atas merupakan kronologis yang terjadi pada kerusuhan sampit. Kerusuhan ini baru benar-benar berakhir pada pertengahan bulan Maret dan untuk mengingat hal tersebut di buatlah perjanjian perdamaian antar suku tersebut. Perjanjian tersebut di tulis dalam sebuah buku yang berisi mengenai persyaratan dan hal-hal lainnya dan juga dibuat pula tugu perdamaian yang terdapat di kota Sampit tersebut.Dan total korban akibat kerusahan tersebut terdapat 489 orang meninggal dunia, 168 orang luka berat, 3.833 rumah dibakar, 12 mobil di bakar/rusak serta 9 motor di rusak, 8 masjid di rusak, 2 sekolah di rusak, 1 gudang di rusak dan 28.864 warga madura mengungsi.
Pemenggalan kepala ( mengayau ) yang banyak dilakukan oleh warga dari suku Dayak merupakan tradisi atau ritual yang dilakukan oleh pemuda di sana sebelum akil balik bahkan mereka juga memakan hati musuh karna dipercaya bahwa roh korban tidak akan menganggu seumur hidup. dan saat sebelum membunuh lawannya mereka dipercaya melihat lawannya sebagai manusia berkepala hewan itulah mengapa mereka merasa hanya menebas kepala hewan dan hebatnya sekali tebas kepala dan badan langsung terpisah setelah itu mereka akan membawa kepala lawannya ke hadapan pimpinan mereka. itulah mengapa kesadisan suku dayak sudah ada sejak zaman dahulu,namun tradisi tersebut sudah lama hilang sejak memasuki era abad ke-20.
kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu bahwasanya masalah tersebut hanya berawal dari pertikaian kecil seperti prasangka-prasangka buruk yang terus menerus ada akibat segelintir warga dari salah satu etnis melakukan tindak kejahatan yang seharusnya dapat di selesaikan dengan kekeluargaan atau bahkan hukum dan seharusnya dalam kasus ini rasa saling menghormati satu sama lain harus ada nyatanya serta nilai norma-norma dan akal yang baik sangatlah berarti untuk menjaga keharmonisan dan hal tersebut tidak terjadi.
sekian tulisan yang saya dapat sampaikan kepada pembaca sekalian,semoga bermanfaat untuk menambah wawasan kalian semua :)
berikut merupakan sumber-sumber pengetahuan akan tulisan saya ini :
1. http://news.liputan6.com/read/9010/dan-kepala-bocah-pun-dipenggal
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Sampit
3. https://me4evolution.wordpress.com/2010/10/01/asal-mula-tragedi-sampit/
4. http://sejarahmula.blogspot.co.id/2017/02/sejarah-tragedi-sampit-dayak-vs-madura.html
Pemenggalan kepala ( mengayau ) yang banyak dilakukan oleh warga dari suku Dayak merupakan tradisi atau ritual yang dilakukan oleh pemuda di sana sebelum akil balik bahkan mereka juga memakan hati musuh karna dipercaya bahwa roh korban tidak akan menganggu seumur hidup. dan saat sebelum membunuh lawannya mereka dipercaya melihat lawannya sebagai manusia berkepala hewan itulah mengapa mereka merasa hanya menebas kepala hewan dan hebatnya sekali tebas kepala dan badan langsung terpisah setelah itu mereka akan membawa kepala lawannya ke hadapan pimpinan mereka. itulah mengapa kesadisan suku dayak sudah ada sejak zaman dahulu,namun tradisi tersebut sudah lama hilang sejak memasuki era abad ke-20.
kesimpulan yang dapat kita ambil yaitu bahwasanya masalah tersebut hanya berawal dari pertikaian kecil seperti prasangka-prasangka buruk yang terus menerus ada akibat segelintir warga dari salah satu etnis melakukan tindak kejahatan yang seharusnya dapat di selesaikan dengan kekeluargaan atau bahkan hukum dan seharusnya dalam kasus ini rasa saling menghormati satu sama lain harus ada nyatanya serta nilai norma-norma dan akal yang baik sangatlah berarti untuk menjaga keharmonisan dan hal tersebut tidak terjadi.
sekian tulisan yang saya dapat sampaikan kepada pembaca sekalian,semoga bermanfaat untuk menambah wawasan kalian semua :)
berikut merupakan sumber-sumber pengetahuan akan tulisan saya ini :
1. http://news.liputan6.com/read/9010/dan-kepala-bocah-pun-dipenggal
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Sampit
3. https://me4evolution.wordpress.com/2010/10/01/asal-mula-tragedi-sampit/
4. http://sejarahmula.blogspot.co.id/2017/02/sejarah-tragedi-sampit-dayak-vs-madura.html
Comments
Post a Comment